ZAHRA 'ILMA ZAIDAN
(Bagian Pertama dari Tiga Tulisan)
Anugerah terindah itu bertambah. Karunia-Nya yang tak henti tercurah kembali meliputi saya. Sabtu itu, 28 Januari 2006 bertepatan dengan 28 Dzulhijjah tahun Hijriyah, buah cinta kami, Arif Rifqi Zaidan dan Viky Edya Martina, terlahir ke dunia.
Waktu menunjukkan pukul 04:55 menit, selepas adzan Shubuh berkumandang, terdengarlah suara tangis yang memenuhi ruangan bersalin Emergency Room di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Tangis pertama seorang bayi yang baru saja menghirup dunia. Paru-parunya yang selama dalam kandungan belum aktif, mendadak bereaksi terhadap tekanan udara yang berbeda dari yang dirasakannya dulu.
Tangis itu… begitu membahagiakan, sampai-sampai saya nyaris tak tersadar kalau tangis itu bukanlah satu-satunya diruangan itu. Ada tangis bahagia dari orang-orang yang menantikan buah cinta itu datang. Tangis Abah dan Ambunya yang selama itu tak henti berharap dan berdo’a kelahiran sang bayi selamat tak kurang suatu apapun. Ada pula tangis bahagia dan kelegaan luar biasa setelah proses persalinan itu berlangsung lancar.
Alhamdulillah, Allah Maha Pengasih. Ia mengabulkan permohonan hamba-hamba-Nya yang berharap. Tahu benar apa yang kami pintakan pada-Nya, Ia memberikan amanat bagi kami seorang bayi perempuan mungil nan cantik. Beratnya 2915 gram dengan tinggi 49 cm. Sehat dan lengkap seluruh anggota tubuhnya. Nikmat ini, patut disyukuri. Sekali lagi Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin, terucap dalam sujud syukur saya di ruangan itu, berterima kasih atas Kasih-Nya pagi itu.
Maha Suci Allah yang Maha Kasih. Rasanya, Syukur saya pun takkan cukup untuk membalas Nikmat-Nya ini. Tidak cukup pula dengan do’a yang saya panjatkan saat pertama kali melihat sang buah cinta.
“Inni u’iidzuka bikalimatillaahi taammati min kulli syaithaani wa haammati wa min kuli ‘ainin laammati… (HR Bukhari dan Muslim), Abdi nyalindungkeun ieu budak ku Kalimah Gusti nu Maha Agung tina gangguan Syetan jeung sarupaning sasatoan, jeung tina sora-sora nu mawa goreng ka budak ieu.” (Saya memperlindungkan anak ini dengan Asma Allah yang Maha Agung dari kejahatan Syetan dan hewan-hewan dan dari suara-suara yang membawa keburukan bagi anak ini).
Setelah proses persalinan selesai, kami pun pindah ruangan. Istri saya masih butuh istirahat dan anak kami pun memerlukan beberapa perawatan lagi. Banyak ucapan selamat terungkap. Banyak do’a dan harapan terucap. Banyak orang mencintai kami. Mengirimi SMS, mengucapkan selamat, menjabat tangan kami, bahkan memberikan tanda kasihnya. Sungguh, anugerah Tuhan tak henti-hentinya datang menerpa. “Fabiayyi aallaa I Rabbikumaa tukadzibaan, Maka nikmat-Nya yang manakah yang kan kau dustakan?” (berkali-kali dalam Surah Arrahmaan (QS: 55))
Saya semakin tersadar. Dengan kelahiran yang normal, selamat dan sehat pun sudah merupakan sesuatu yang berharga bagi kami. Terlebih, ditambah dengan nikmat-Nya yang Ia datangkan lewat hati dan tangan kerabat, sanak saudara, sahabat dan teman-teman yang mencintai kami. Terima kasih semuanya. Jazakumullaahu khairan katsiiraa. Semoga kebaikan yang datang itu dibalas-Nya dengan berlipat ganda kebaikan.
Terkhusus, kepada orang tua kami, Mamah Evi, Papah Yayat, Mamah Abeng, Bi Ati dan segenap keluarga besar yang dengan setia mendukung, menunggui, mencukupi kebutuhan kami. Juga pada dokter yang membantu persalinan kami, dr. Supriyadi Gandamihardja, SPOG (k). Kebaikan beliaulah yang menjadi jalan keselamatan bagi bayi kami, sejak bulan pertama dalam kandungan. “Hatur Nuhun, Wa’! Mugia kasaean Uwa’ kenging ganjaran ti Nu Maha Kawasa.”
1 Comments:
Salam balik,
Hehehehe, Nuhun nya Ries, doakan saja saya bisa menjadi jalan baginya untuk menjadi seperti itu.
8:04 AM
Post a Comment
<< Home