from A(rif) to Z(aidan): sebuah cap diri berisikan segala macam yang tak teratur... perjalanan hidup; ziarah dunia; egoisme; etnosentrisme; (mungkin) ide; celetukan; isi hati; orat-oret; usul-usil; supat-sepet; ekspektasi masa depan; kerinduan akan surga di akhirat kelak

Tuesday, April 25, 2006

Setahun Menikah, Selamanya Barakah

Rupanya sudah setahun. Tak terasa begitu lama, tapi juga tak lantas sangat tiba-tiba. Bukan tergesa juga, tapi akhirnya usia pernikahan saya menginjak tahun pertama.

Dua puluh empat April lalu, setahun sudah saya menikah. Maka, bolos sehari pun menjadi hal yang tak berarti dibandingkan dengan pentingnya hari itu. Pikir saya, tak apalah bolos sehari, di hari Senin pula, untuk sekedar bersantai di rumah menemani si kecil bermain. Toh, hari macam ini takkan datang setiap hari.

Sepanjang pagi hingga siang saya hanya berdiam di rumah. Hujan turun sepanjang pagi itu, membuat saya malas beranjak dari tempat tidur. Sedikit bergerak ketika harus menidurkan kembali si kecil yang baru saja mandi. Jarang sekali saya menikmati kesempatan macam ini, apalagi di saat orang lain bekerja di hari Senin.

(kalau soal mengulangkan kembali "malam pertama" di pagi hari, tak perlu lah saya ceritakan di sini hehehehehe...)

Saya benar-benar menikmati hari itu. Selepas Ashar, kami memutuskan untuk ke luar rumah. Jalan-jalan di Mall bertiga saja. Kesibukkan mall di akhir pekan seolah hilang begitu saja. Hari Senin memang harinya orang bekerja. Maka parkir pun begitu mudahnya di dapat, di tempat yang strategis pula, semudah perjalanan kami ke sana yang terbebas dari kemacetan.

Hmmm... setahun berlalu sudah rupanya. Kini, ketika berjalan di Mall saya malah menjumpai diri saya yang tengah menggendong buah hati kami. Tak banyak yang dilakukan, sekedar berjalan-jalan, memanjakan diri sendiri seharian, sedikit berbelanja juga, hingga akhirnya kami mencari tempat Shalat, sudah Maghrib rupanya. Tak terasa.

Selepas maghrib, kami putuskan untuk mencari tempat makan. Kalau dulu, kami bisa makan sembarangan, tak terlalu memikirkan situasi, kondisi dan banyak hal. Kini sudah berbeda. Memiliki bayi, rupanya bisa mengubah segala sesuatu. Sampai pemilihan tempat makan pun kami usahakan untuk "baby friendly".

Kartika Sari di Dago akhirnya jadi pilihan. Suasananya enak, dan tempatnya luas pula untuk sekedar memarkir kereta bayi di samping meja kursi tempat kami bersantap. Zahra tertidur ketika kami makan. Ia rupanya tahu, kalau saya dan Viky ingin mengenangkan setahun kami menikah dengan berbicara banyak hal. Mungkin mengevaluasi pernikahan kami setahun ini, meskipun pada kenyataannya, kami malah kangen-kangenan dengan kenangan masing-masing saat seusia sekolah dasar.

Itu pun tak mengapa, karena ternyata, di hari kami menikah ini, saya dan Viky bisa tertawa puas, membikin perut sakit, dan tersedak kopi. Tak sering saya mengalami hal ini. Padahal kami hanya membicarakan kekonyolan apa yang masing-masing lakukan. Mengingat joke apa yang dulu jadi trend, dan sedikit kenakalan-kenakalan yang masih bisa diingat.

Pernikahan kami memang baru setahun, tapi mengenangkan masa kecil membuat saya menyadari kalau hidup terus berjalan maju. Terlebih ketika menyadari kalau masa depan masihlah misterius dan itu membuat kami harus terus berjalan maju.

Beres makan, Zahra mulai terbangun. menyadarkan kami ke masa kini. Memang sudah waktunya kami pulang. Pernikahan kami memang baru setahun, masih banyak yang belum dilakukan. Masih banyak yang harus diperbaiki. tapi, menjadi optimis kalau pernikahan ini bakal barakah selamanya, bukanlah hal terlarang untuk diharap di hari itu. Harapan kalau Allah bakal menuntun kami di sisa umur pernikahan ini.

Mudah-mudahan...

"...Rabbanaa hablanaa min azwazinaa wa dzurriyatinaa qurrata a'yuunin waj'alnaa lil muttaqqiina imaama..."

Konservativitas dan Potong Rambut

Akhirnya potong rambut.
Dua hari menjelang 1st anniversary pernikahan, saya memutuskan untuk bercukur. Seperti yang dikatakan Hawe, maknanya boleh jadi adalah silaturahmi pada tukang cukur. Lainnya, menyenangkan orang tua. Pada siapa lagi kita harus menurut kalau bukan sama mereka, bukan?

Soal bercukur ini, ada hal yang menarik. Rupanya, saya termasuk konservatif soal potong rambut. Ketika ditanyakan oleh tukang cukur - bukan Salon - mau digimain modelnya, saya speechless. Terus terang saya bingung. Saya cuma tahu kalau dicukur itu berarti dirapihkan rambutnya dengan memotong bagian-bagian yang sudah panjang. Selain itu, mungkin ditipiskan juga. Maka jadilah model rambut seperti yang saya anut selama ini - selama berpuluh tahun ini - belah pinggir, dengan sedikit poni dan pinggir-pinggir yang rata.

Tukang cukur - yang kelihatannya sudah melek mode - itu sendiri sempat menawari. "Mau di zig zag, A?" tanyanya. Lantas dengan polos saya menjawab, "emang kayak gimana, Kang?" Ia kemudian menerangkan kalau zig zag berarti cuma ditipisin rambutnya tapi panjangnya sama. Dalam bayangan saya, mungkin itu potongan rambut yang tengah ngetrend seperti yang ABG-ABG itu lakukan. "Mirip-mirip Junot kali, ya?" begitu pikir saya.

Tapi lagi-lagi konservativitas saya mengatakan tidak. Toh dulu, ketika rambut spike tengah ngetrend, saya tidak ikut-ikutan. Atau ketika aktor-aktor mandarin dengan cukuran gaya Andy Lau banyak ditiru, saya sama sekali bergeming. Nah, sekarang pun bukan perkecualian. Akhirnya saya bilang kalau saya cuma butuh dirapihkan ujung-ujungnya saja yang mulai tidak teratur, ditipiskan sedikit, boleh, lah!

Itu semua berarti status quo rambut masih tetap terjaga. Saya tetap terlihat seperti anak baik-baik (yang sekarang punya anak :)), alih-alih seperti Bapak-bapak ABRI mapan macam Wiranto atau bahkan SBY yang cukurannya begitu... klasik.

Cukuran pun beres, hingga akhirnya saya pulang dan mendapati istri saya berkomentar dengan sesuatu yang tak pernah saya duga. "Wah ngikutin mode ya?" katanya. Dalam kebingungan saya, Ia berkomentar lagi, "Kamu jadi mirip vokalisnya UNGU deh, itu loh, yang nyanyi...'dan deemii waktuuu....'," celetuknya sambil memandang aneh pada saya.

"Waduh, koq jadi kayak gini sih?" pikir saya.

"Tapi tenang koq, sayang, Aku tetap menerima kamu apa adanya," katanya kemudian dengan manja - masih di tengah kebingungan saya.

Saya pun teringat dengan postingan terakhir saya di blog ini, "jadi sekarang, apa makna semua usaha potong rambut ini?"

Friday, April 21, 2006

Mencari Makna dan Memotong Rambut

Saya tak jadi potong rambut. Tapi pasti takkan lama lagi. Kemarin tak jadi karena kaul kemenangan Juve yang berimbas pada pemotongan rambut tak pernah terlaksana.

Katanya, dengan rambut seperti ini, saya malah terlihat kucel, kendatipun saya tak terlalu ambil pusing dengan itu. Tapi dipikir-pikir, memang ada benarnya juga. Rambut gondrong ini membuat saya agak sulit untuk membuatnya terlihat rapi.

Di kantor, boss saya, seorang perempuan, kelihatannya sudah bosan dengan penantian di hari Senin untuk mendapati anak buahnya sudah rapi seperti sedia kala. Di rumah (saya masih menumpang hidup di rumah ortu), Mamah berkali-kali menanyakan kapan saya akan potong rambut.

Viky sendiri tak terlalu mempermasalahkannya. Dia, (ahem!!) menerima saya apa adanya hehehehe… Meskipun sempat beberapa saat lalu ia mengatakan kalau saya kurang pantas dengan rambut seperti ini, terlihat kucel katanya.

Sebelumnya saya sempat menyangsikan kegondrongan ini. Tapi komentar beberapa rekan di tempat kerja semuanya seragam. “Gondrong ya sekarang?” Semua itu makin meyakinkan saya kalau saya memang sudah gondrong sekarang. Hampir menyamai saat-saat kuliah dulu lah.

Tapi tenang, saya pasti bakal potong rambut. Kelihatannya tak lama lagi, karena besok Minggu ada undangan pernikahan sahabat baik istri saya.

Jadi sebenarnya apa ya, makna semua kegondrongan ini?

Thursday, April 20, 2006

Pindah Ke Jakarta?

Apa ya, yang akan terjadi,
Jika saya jadi pindah ke Jakarta?

Anda bisa menjawab pengandaian ini?

Thursday, April 06, 2006

Juventus dan Harapan

Apa sih arti harapan buat Anda?
Buat saya, arti harapan adalah menginginkan sesuatu yang kita tak bisa ikut andil di dalamnya. Pengertian itu berlaku, setidaknya untuk harapan saya saat ini: Juventus lolos ke babak semi final Liga Champion 2005-2006.

Sebagai klub yang sudah saya perhatikan sejak SD dulu, Juve masih saya jagokan hingga saat ini. Istilah yang tepat mungkin bukan cinta, karena Juventus tak mungkin sebanding dengan cinta saya pada istri dan anak saya. Lebih tepatnya barangkali peduli… dan berharap!

Ya, saat ini saya sedang berharap kalau mereka lolos ke babak berikutnya.

Dengan kekalahan 0-2 di kandang Arsenal, usaha Juve meloloskan diri cukup berat. Tidak hanya harus membalikkan hasil jadi kemenangan 2-0 di kandang sendiri di Delle Alpi, Juve butuh kemenangan lebih dari dua gol tanpa kemasukkan satu gol pun.

Berat? Jelas! Absennya tiga pemain pilar: Patrick Vieira, Mauro Camoranesi dan Jonathan Zebina karena akumulasi kartu di pertandingan sebelumnya semakin menambah beban mereka saja.

Belum lagi Arsenal tampil dengan pemain yang masih sama ketika mereka mengalahkan Juve di London. Ada fabregas yang makin trengginas, eboue yang semakin gile dan King Henry yang makin mumpuni. Kabarnya, lini belakang mereka tak pernah kebobolan dalam tujuh pertandingan terakhir di Liga Champion.

Soal harapan, okelah mari kita kalkulasikan. Di kubu Juve, kini hadir pavel nedved. Pemain terbaik Eropa 2003 ini sempat luput ikut ke Highburry Rabu lalu lantaran akumulasi kartu. Kini si gondrong berambut pirang ini boleh tampil lagi.

Meskipun Nedved sendiri berujar peluang Juve lolos cukup berat, tak ayal, ia akan jadi tumpuan harapan Juve. Sementara itu, kabarnya, Alessandro Del Piero sang maskot sudah kembali dari cedera yang didapatnya saat melawan Roma dua minggu lalu. Meskipun belum tentu jadi pemain inti, ia dikabarkan siap memberikan Arsenal kejutan, setidaknya dari peluang tendangan bebas di depan kotak penalti yang jadi spesialisasinya.

Nah, yang ini lebih penting. Juve bermain di depan publiknya. Pengalaman menunjukkan si Zebra ini seringkali membalikkan keadaan kritis saat tapil di Turin. Hal itu diamini oleh mantan pelatih mereka yang kini jadi pelatih Azzurri, katanya, Juve punya semangat pantang menyerah yang luar biasa di saat-saat sulit macam ini.

Madrid pernah merasakannya, Barcelona juga, di musim-musim sebelumnya saat Juve yang kalah di pertandingan sebelumnya ternyata berbalik unggul di pertandingan berikutnya yang membuat mereka lolos.

Apakah Arsenal akan mengalami hal yang sama? Pertanyaan ini biarkan saja terjawab dua hari lagi…

---

Inilah yang saya sebut harapan. Saat saya hanya bisa menghitung kemungkinan tanpa bisa terlibat di dalamnya. Lain lagi kalau kegundahan yang sama menimpa Lilian Thuram, misal. Bek Juve berkulit legam itu pasti akan berusaha sekuat mungkin untuk menjaga pertahanan agar gawang Juve tak kebobolan lagi. Contoh lain, Pavel Nedved. Harapan Juve lolos akan menjelma jadi sebuah kekuatan saat ia bertanding nanti. Mungkin akan jadi motivasi tambahan, atau jadi semacam doping ketika bertanding Kamis nanti.

Harapan, bagi saya tak lebih dari sebuah kepasrahan. Juga sebuah kepercayaan. Untuk kasus ini, rasanya tak perlu diperdebatkan lagi. Toh, saya bukan siapa-siapa. Juve menang saya tak dapat apa-apa, pun kalau kalah juga saya tak dirugikan. Mungkin sebentuk sesal saja karena tim yang saya jagokan keok, selebihnya… Tak ada!!

Harapan mirip dengan keinginan. Tapi untuk menjawabkannya, saya tak bisa apa-apa lagi. Saya cuma bisa percaya kalau Juve akan bermain lebih baik dari pertandingan sebelumnya dan (mungkin) berdo’a semoga takdir kemenangan datang pada mereka. Nah kalau Juventus menang, mungkin dampaknya akan terasa langsung pada rambut gondrong saya yang akan direlakan untuk dipotong.

Semoga…

Monday, April 03, 2006

5 senang 1 kesal

(harusnya diposting 6 hari yang lalu, tapi... tak apalah)

Saya senang sekaligus kesal.

Saya senang karena besok libur, lusa libur, besoknya lusa libur dan besoknya besoknya lusa libur juga. Total libur – dengan catatan dihitung dengan hari yang seharusnya libur (Sabtu dan Minggu) – adalah 4 hari.

Terus terang libur panjang ini membuat saya senang lima kali lipat. Pertama, saya senang karena libur ini memberikan saya kesempatan untuk menjadi seorang Abah bagi anak pertama saya. Ya, saya berniat menghabiskannya dengan bersenang-senang sepanjang hari: mengasuh, bermain, mengurusi dan bercengkrama dengan our little baby, the precious Zahra.

Yang kedua, menjalankan hobby: bermain sepakbola. Soal itu, nyambung sama yang ketiga, berkumpul dengan karib-karib semasa kuliah. Sepakbola itu saya lakukan dengan mereka.

Biarpun futsal, biarpun nafas kita tak sekuat dulu, biarpun larinya juga tambah lamban, atau gerakan yang tak segesit dan selincah semasa jaya, tak urung kami bakal menikmati kembali permainan sepakbola yang menggairahkan.

Selain itu, waktu berharga berkumpul bersama karib, jelas sangat bernilai. Kapan lagi kami bisa punya waktu luang bersamaan selain di weekend esok?

Keempatnya, saya senang karena saya punya banyak waktu untuk kembali menata diri. Belakangan saya merasa iman saya turun. Mudah saja menyadarinya, saat kita merasa banyak masalah. Ini yang penting, mencoba berefleksi dan menjadikan momen libur ini untuk berintrospeksi, berusaha menjadikan segala sesuatunya lebih baik. Mudah-mudahan saja ada hasilnya. Amiin.

Kelima, saya senang karena hari ini hari gajian. Hari gajian, di balik segala sukacitanya, ternyata mengandung jebakan yang menderitakan: Kecenderungan untuk berfoya-foya! Mentang-mentang gajian, makan siang pun jadi belagu, kepengennya di mall yang ada food courtnya. Harganya, minimal 25 ribu bakal berkurang dari saldo yang baru saja kita terima di rekening payroll.

Alhamdulillah, saya berhasil melewati jebakan itu. Nafsu makan siang yang menggelora itu berhasil dikendalikan melalui warung nasi teh Nyai dengan menu seadanya. Ini bukan kikir atau kopet, hanya saja, kejadian tadi pagi, ketika buruh-buruh industri di kawasan Leuwi Gajah ini memutuskan untuk menolak Revisi UU Tenaga Kerja.

Alhasil sang pemilik warung nasi sebelah pabrik tak berani ambil resiko untuk masak banyak-banyak. Toh, yang belinya tak sepersepuluh dari yang biasa mengunjungi warung itu. Saya senang karena gajian, dan lebih senang karena bisa lolos dari jebakan bernama “foya-foya di hari gajian.”

---

Tapi saya kesal. Tadi pagi, Juventus, tim yang saya jagokan sejak dari saya ABG, remuk dibantai Arsenal 2-0 di Higburry. Permainan yang buruk, kekurangan stamina dan absennya beberapa pemain inti harus dibayar dengan kekalahan yang buruk plus absennya beberapa pemain pilar di leg kedua perempatfinal Liga Champion 2005-2006.

Biarpun Capello yakin kalau timnya bisa menang di Delle Alpi pekan depan, tapi saya tak berani menjagokan kalau Juventus bakal lolos. Makanya, saat tadi pagi saya sedikit ber-kaul, kalau ternyata nanti Juventus bisa membalas dan lolos ke semifinal, saya bakal cukur rambut. Kita lihat saja nanti.