Konservativitas dan Potong Rambut
Akhirnya potong rambut.
Dua hari menjelang 1st anniversary pernikahan, saya memutuskan untuk bercukur. Seperti yang dikatakan Hawe, maknanya boleh jadi adalah silaturahmi pada tukang cukur. Lainnya, menyenangkan orang tua. Pada siapa lagi kita harus menurut kalau bukan sama mereka, bukan?
Soal bercukur ini, ada hal yang menarik. Rupanya, saya termasuk konservatif soal potong rambut. Ketika ditanyakan oleh tukang cukur - bukan Salon - mau digimain modelnya, saya speechless. Terus terang saya bingung. Saya cuma tahu kalau dicukur itu berarti dirapihkan rambutnya dengan memotong bagian-bagian yang sudah panjang. Selain itu, mungkin ditipiskan juga. Maka jadilah model rambut seperti yang saya anut selama ini - selama berpuluh tahun ini - belah pinggir, dengan sedikit poni dan pinggir-pinggir yang rata.
Tukang cukur - yang kelihatannya sudah melek mode - itu sendiri sempat menawari. "Mau di zig zag, A?" tanyanya. Lantas dengan polos saya menjawab, "emang kayak gimana, Kang?" Ia kemudian menerangkan kalau zig zag berarti cuma ditipisin rambutnya tapi panjangnya sama. Dalam bayangan saya, mungkin itu potongan rambut yang tengah ngetrend seperti yang ABG-ABG itu lakukan. "Mirip-mirip Junot kali, ya?" begitu pikir saya.
Tapi lagi-lagi konservativitas saya mengatakan tidak. Toh dulu, ketika rambut spike tengah ngetrend, saya tidak ikut-ikutan. Atau ketika aktor-aktor mandarin dengan cukuran gaya Andy Lau banyak ditiru, saya sama sekali bergeming. Nah, sekarang pun bukan perkecualian. Akhirnya saya bilang kalau saya cuma butuh dirapihkan ujung-ujungnya saja yang mulai tidak teratur, ditipiskan sedikit, boleh, lah!
Itu semua berarti status quo rambut masih tetap terjaga. Saya tetap terlihat seperti anak baik-baik (yang sekarang punya anak :)), alih-alih seperti Bapak-bapak ABRI mapan macam Wiranto atau bahkan SBY yang cukurannya begitu... klasik.
Cukuran pun beres, hingga akhirnya saya pulang dan mendapati istri saya berkomentar dengan sesuatu yang tak pernah saya duga. "Wah ngikutin mode ya?" katanya. Dalam kebingungan saya, Ia berkomentar lagi, "Kamu jadi mirip vokalisnya UNGU deh, itu loh, yang nyanyi...'dan deemii waktuuu....'," celetuknya sambil memandang aneh pada saya.
"Waduh, koq jadi kayak gini sih?" pikir saya.
"Tapi tenang koq, sayang, Aku tetap menerima kamu apa adanya," katanya kemudian dengan manja - masih di tengah kebingungan saya.
Saya pun teringat dengan postingan terakhir saya di blog ini, "jadi sekarang, apa makna semua usaha potong rambut ini?"
1 Comments:
Ganti penampilan,
ganti wajah,
ganti beungeut,
ganti bentuk,
ganti suasana,
ganti-ganti,
gonta-ganti...
Intinya, perubahan tidak mungkin dihindari. Jadi, iraha ekspansi ke ibukota, euy? Wuehehehehehe.....
1:59 PM
Post a Comment
<< Home